Dari kisah di atas mari kita dapat belajar mengenai:
Kita seperti benang-benang wol itu. Ketika kita memberi hasil yang tidak baik, kita akan dikembalikan ke keadaan semula terlebih dahulu (menyadari diri kita lemah dan berserah). Seperti benang wol yang dirajut ulang, demikian pula kita dibentuk ulang oleh Tuhan melalui rangkaian peristiwa yang tidak mengenakkan hingga kita menjadi pribadi-pribadi yang luar biasa. Tampak sederhana bukan? Memang mudah kalau hanya sekedar berkata-kata. Namun kenyataannya tidak demikian. Kita bukan seperti benang wol yang merupakan benda mati. Pasrah. Mau diapakan saja boleh. Kita ini makhluk hidup yang memiliki kehendak. Coba kamu berada dalam kondisi seperti itu. Apakah kau akan berserah untuk dibentuk oleh Tuhan? Tidak. Hampir sebagian besar dari kita akan mengandalkan kekuatan kita. Mengandalkan otak kita yang pintar. Pengalaman kita yang banyak. Mungkin juga koneksi yang kita punya. Mengandalkan dan berserah pada Tuhan? Ow... Tunggu dulu. Tuhan menjadi pilihan terakhir apabila segala usaha tidak lagi berhasil. Atau mungkin kita terlalu sombong mengakui bahwa kita telah kalah hingga sama sekali tidak mau berbalik dari jalan kita yang sesat?
Aku pernah menerima sebuah jawaban dari seorang teman yang sangat baik mengenai pertanyaan. "Bagaimana supaya kita menjadi pribadi yang menyenangkan Tuhan?"
- Humble. Benar sekali. Kerendahan hati diperlukan agar kita menyadari bahwa kita ini manusia berdosa. Makhluk yang lemah dan bodoh. Lebih bodoh dari keledai. Keledai saja tidak jatuh dalam lubang yang sama namun kita jatuh dalam dosa yang sama berulang-ulang kali. Ketika kita sudah menyadari bahwa kita tak bisa apa, kita harus berserah pada Tuhan untuk mau dibentuk.
- Teachable. Proses pembentukan itu tidak akan dapat berjalan apabila kita tidak mau diajar dan belajar. Mengapa diajar dan belajar? Mengapa tidak diajar atau belajar saja? Mari kita lihat ilustrasi ini... Kita tentu pernah mengikuti sebuah kuliah bukan? Pernahkah mahasiswa hadir semuanya(lengkap)? Tidak. Ada mahasiswa yang malas dan ada mahasiswa yang rajin. Bagaimana bisa menangkap pelajaran klo tidak mau diajar? Dalam satu kelas, apakah setiap orang akan menangkap jumlah materi yang sama? Tidak. Mungkin ada yang menangkap pelajaran 80 persen, 50 persen, bahkan mungkin ada yang tidak menangkap sama sekali. Itu terjadi karena tidak semua murid mau belajar alias memperhatikan dengan sungguh-sungguh. Contoh yang lain dalam ujian. Apakah semua murid akan mendapatkan nilai yang sama? Semuanya dapat 100 atau semuanya dapat 60? Tidak. Mengapa terjadi perbedaan nilai yang bervariasi? Karena saat belajar tidak semuanya sungguh-sungguh belajar. Seperti itulah yang terjadi. Tidak semuanya orang yang mau diajar sungguh-sungguh mau belajar. Karena itulah tingkat pertumbuhan rohani setiap orang berbeda.
No comments:
Post a Comment