Welcome...

Selamat datang di blog saya. Senang sekali ada yang mau berkunjung. Mencoba menjadi penulis yang baik. Menuliskan topik yang terjadi di sehari-hari berdasarkan pengalaman pribadi, lumayan panjang (walaupun capek mikir dan ngetik wakakaka...), inspiratif, informatif, dan tidak membosankan pembaca (karena saya males baca sebenarnya)... Semoga blog ini bermanfaat buat semua yang mampir. Terima kasih... :)

Wednesday, August 25, 2010

Lesson For Today : Pak Satpam Di Kompleks Kosku

Wuih... Segar rasanya sudah selesai mandi. Sambil memikmati potongan-potongan melon orange, aku mengecek email-email yang masuk, membuka facebook, meng-update status, membalas dan mengirim sms, serta tak lupa memikirkan kalimat apa yang seharusnya kutulis.

Hmm... Banyak hal menarik yang terjadi hari ini sejak pukul 06.45 pagi sampai pukul 09.00 malam aku balik ke kos. Hari ini cukup sibuk. Mulai dari menggodai anak kecil lucu yang berjalan-jalan bersama kakeknya di kompleks; kerjaan di puskesmas; ketinggalan bis pulang (Syukurlah aku ketinggalan bis sehingga aku bisa makan siang dulu. Kalau tidak, mungkin sampai malam aku belum makan); ke bank menyetor uang untuk membayar tagihan listrik dan gaji pembantu; retur dan membeli sneli buat teman; mengambil obat-obatan buat keluarga binaan lalu balik pulang.

“Huh... Udara panas banget hari ini.” Keluhku dalam hati. Udara Jakarta hari ini seperti biasanya tidak pernah bersahabat dengan siapa saja. Berdebu dan panas.

“Bang... Cepetan jalan dong. Jangan lama-lama. Di sini panas banget.” Seru seorang ibu yang duduk di sebelahku. Namun tampaknya sopir bis tidak mendengarkannya. Sopir itu masih dengan setia menunggu bisnya dipenuhi penumpang melebihi kapasitas.

“Dek... Berapa harga koran Media Indonesia?” Tanya ibu tadi kepada seorang penjual koran yang masuk ke dalam bis.

“Dua ribu.” Jawab penjual koran itu.

“Saya beli satu.” Ibu itu menyodorkan selembar uang dua ribuan. Awalnya kupikir ibu itu mau mengisi waktunya dengan membaca koran sembari menunggu bis jalan, namun rupanya aku salah. Ibu itu menggunakan koran tersebut untuk mengipas-ngipasi dirinya supaya sejuk. Puji Tuhan... Di tengah panasnya cuaca, aku kecipratan rezeki merasakan kesejukan kipasan koran si ibu. Aku tertawa dalam hati melihat kelakuannya sembari berpikir. “Sepertinya hari ini akan hujan.” Tak lama kemudian, setelah keluar dari tol kebun jeruk rintik-rintik hujan mulai membasahi kaca jendela depan bis. Rintik-rintik itu lalu berubah menjadi deras. Sekali lagi aku tertawa dalam hati. “Sepertinya Tuhan tahu kalau hari ini aku lengket, gerah sekali, dan mau keramas nanti setelah sampai di kos.”

Dalam bis, aku memikirkan bagaimana cara meminimalkan kebasahan yang paling baik? Apakah aku harus menggunakan angkot putih, turun di mal lalu naik shuttle bis ke kos? Ataukah naik angkot putih, turun di depan jalanan masuk lalu berjalan kaki ke kos? Ternyata setelah dipikir dengan baik, apapun cara yang kugunakan, aku tetap saja akan basah. Akhirnya aku menggunakan pilihan kedua.

Singkat cerita, tibalah aku di depan jalanan masuk kompleks kos. Di depan jalanan masuk itu ada pos satpam. Seperti biasa, kami saling bertukar salam. “Selamat malam.”

Sambil berjalan ke kos, entah mengapa aku memikirkan mengenai satpam itu. Pikiran itu mengantarkanku pada sebuah ingatan lama mengenai satpam di kos yang pertama kali kutempati saat mulai kuliah.

Mungkin ada sekitar dua tahun aku tinggal di kos pertama itu. Setiap hari, aku bertukar salam dan kabar dengan satpam-satpam di sana. Jujur... Walaupun sering bertemu, bertukar salam dan kabar, aku tidak pernah ingat mereka secara khusus. Tapi rupanya mereka tidak seperti aku yang dengan mudah melupakan. Mereka masih ingat aku.

“Selamat sore Non.” Begitulah sapaan yang kuterima saat melangkah masuk ke dalam kompleks perumahan tempat adik-adik kelasku kos.

“Sekarang tinggal di sini ya... Pantesan saya sudah tidak pernah lihat lagi.” Aku terkejut. Dia mengenaliku. Apakah aku mengenalinya? Lama kupandangi dirinya sambil berusaha mengembalikan ingatanku. Di mana aku mengenal dirinya? Dia lalu mengenalkan dirinya sebagai satpam di kompleks perumahan tempat kosku dulu.

Bukan hanya sekali kejadian yang berhubungan dengan satpam itu terjadi. Di kompleks perumahan tempat seorang teman tinggal, aku dikenali oleh satpam kompleks perumahan kosku yang lama. Satpam itu dipindah tugaskan ke sana. Kejadian serupa juga pernah terjadi di dalam angkot, satpam itu mengenaliku sementara aku lupa padanya.

Menjadi Terkenal

Keong Racun... Lagu itu sempat marak akhir-akhir ini di media massa. Lipsync yang dibawakan oleh Sinta dan Jojo dan di-upload di Youtube membuat keduanya terkenal. Mereka bahkan telah dikontrak untuk menjadi artis. Apakah menjadi terkenal menjadi sedemikian pentingnya?

Realitanya memang seperti itu. Menjadi terkenal sangat penting. Lebih baik dikenal daripada mengenali. Karena itu setiap orang berlomba-lomba membuktikan dirinya eksis di dunia ini. Segala cara dilakukan untuk membuat diri terkenal bahkan termasuk melakukan hal-hal yang tidak benar.

Siapakah yang percaya kepada berita yang kami dengar, dan kepada siapakah tangan kekuasaan TUHAN dinyatakan? Sebagai taruk ia tumbuh di hadapan TUHAN dan sebagai tunas dari tanah kering. Ia tidak tampan dan semaraknyapun tidak ada sehingga kita memandang dia, dan rupapun tidak, sehingga kita menginginkannya. Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan. Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh. Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian. Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya. Sesudah penahanan dan penghukuman ia terambil, dan tentang nasibnya siapakah yang memikirkannya? Sungguh, ia terputus dari negeri orang-orang hidup, dan karena pemberontakan umat-Ku ia kena tulah. Orang menempatkan kuburnya di antara orang-orang fasik, dan dalam matinya ia ada di antara penjahat-penjahat, sekalipun ia tidak berbuat kekerasan dan tipu tidak ada dalam mulutnya. Tetapi TUHAN berkehendak meremukkan dia dengan kesakitan. Apabila ia menyerahkan dirinya sebagai korban penebus salah, ia akan melihat keturunannya, umurnya akan lanjut, dan kehendak TUHAN akan terlaksana olehnya. Sesudah kesusahan jiwanya ia akan melihat terang dan menjadi puas; dan hamba-Ku itu, sebagai orang yang benar, akan membenarkan banyak orang oleh hikmatnya, dan kejahatan mereka dia pikul. Sebab itu Aku akan membagikan kepadanya orang-orang besar sebagai rampasan, dan ia akan memperoleh orang-orang kuat sebagai jarahan, yaitu sebagai ganti karena ia telah menyerahkan nyawanya ke dalam maut dan karena ia terhitung di antara pemberontak-pemberontak, sekalipun ia menanggung dosa banyak orang dan berdoa untuk pemberontak-pemberontak (Yesaya 53:1-12)

Dan...

Untuk pemimpin biduan. Mazmur Daud. TUHAN, Engkau menyelidiki dan mengenal aku; Engkau mengetahui, kalau aku duduk atau berdiri, Engkau mengerti pikiranku dari jauh. Engkau memeriksa aku, kalau aku berjalan dan berbaring, segala jalanku Kaumaklumi. Sebab sebelum lidahku mengeluarkan perkataan, sesungguhnya, semuanya telah Kauketahui, ya TUHAN. Dari belakang dan dari depan Engkau mengurung aku, dan Engkau menaruh tangan-Mu ke atasku. Terlalu ajaib bagiku pengetahuan itu, terlalu tinggi, tidak sanggup aku mencapainya. Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu? Jika aku mendaki ke langit, Engkau di sana; jika aku menaruh tempat tidurku di dunia orang mati, di situpun Engkau. Jika aku terbang dengan sayap fajar, dan membuat kediaman di ujung laut, juga di sana tangan-Mu akan menuntun aku, dan tangan kanan-Mu memegang aku. Jika aku berkata: "Biarlah kegelapan saja melingkupi aku, dan terang sekelilingku menjadi malam," maka kegelapanpun tidak menggelapkan bagi-Mu, dan malam menjadi terang seperti siang; kegelapan sama seperti terang. Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya. Tulang-tulangku tidak terlindung bagi-Mu, ketika aku dijadikan di tempat yang tersembunyi, dan aku direkam di bagian-bagian bumi yang paling bawah; mata-Mu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya. Dan bagiku, betapa sulitnya pikiran-Mu, ya Allah! Betapa besar jumlahnya! Jika aku mau menghitungnya, itu lebih banyak dari pada pasir. Apabila aku berhenti, masih saja aku bersama-sama Engkau. (Mazmur 139:1-18)

Bagaimana korelasi antara kisah satpam, Jojo dan Sinta dengan ayat di atas...? Jika direnungkan secara lebih mendalam, akan ditemukan sebuah ironi…

Allah mengenal kita. Dia mengenal kita bahkan sebelum kita dibentuk. Dia sudah merancangkan semua yang baik untuk kita. Bagaimana dgn kita sendiri?

Oh... Sungguh menyedihkan... Kita tidak mengenali-Nya. Kita mendukakan hati-Nya. Karena dosa kitalah sehingga Kristus mengalami penganiayaan bahkan mati disalib.

Refleksi

Bagaimana hubungan pribadi kita selama ini dengan Allah? Apakah kita menyediakan waktu untuk bertemu dengan-Nya? Berkomunikasi dengan-Nya? Mencari tahu kehendak-Nya?

Sebagai pkk, pengurus. Apakah kita sudah menyediakan waktu untuk orang-orang yang kita layani? Apakah kita mengetahui kebutuhan-kebutuhan mereka bukan memuaskan keinginan kita akan kesombongan rohani?

Sebagai anggota keluarga. Bagaimana hubungan kita dengan keluarga kita? Apakah kita mengenali secara pribadi masing-masing anggota keluarga kita?

Secara sosial. Apakah kita mengetahui peranan kita di masyarakat? Masyarakat dan negara butuh apa? Apa yang bisa berikan untuk mereka yang membutuhkan? Bukan hanya kebutuhan akan materi namun juga kebutuhan akan Injil. Bagaimana hubungan kita dengan teman-teman? Sudahkah kita menjadi sahabat yang baik?

No comments:

Post a Comment