Kemarin aku bercakap-cakap dengan seorang teman lama melalui whatsapp. Salah satu topik percakapan kami adalah mengenai profesi dokter. Teman ini dulu bercita-cita ingin menjadi seorang dokter akan tetapi tidak terwujud dan memilih untuk berkeluarga dalam usia yang menurutku cukup muda.
Selain percakapan dengan teman ini, belakangan ini di sekelilingku sedang ramai pembicaraan mengenai profesi yang cukup bergengsi ini. Ada seorang rekan kerja yang ikut tes masuk perguruan tinggi negeri dan memilih fakultas kedokteran. Selain dia, anak rekan kerja juga ada yang ikutan tes yang sama dan anak rekan kerja lain yang bercita-cita menjadi dokter. Pada saat pengumuman kelulusan masuk perguruan tinggi negeri rekan kerja ini dan anak rekan kerja yang pertama ini tidak lulus masuk fakultas kedokteran. Aku tidak tahu apa kelebihan profesi ini sehingga begitu banyak orang yang tertarik untuk masuk. Dari begitu banyaknya yang mencoba untuk masuk, hanya segelintir orang yang diterima. Beban pendidikan yang menurutku cukup berat akhirnya menjadi seleksi alam yang maaf kata menyingkirkan segelintir mahasiswa kedokteran tersebut. Ada beberapa orang yang memutuskan untuk keluar dari sana kemudian berpindah ke jurusan lain. Di lapangan pun masih ada seleksi alam untuk memilah dokter yang sungguh-sungguh dokter dengan "dokter-dokteran".
Jika berbalik melihat ke masa lalu, aku bisa merasakan betapa beruntungnya diriku bisa menjadi seorang dokter di tengah-tengah persaingan/seleksi alam. Dari sekian banyak orang yang bercita-cita, bermimpi atau berambisi kenapa aku yang terpilih? Aku bisa melihat betul-betul penyertaan Tuhan yang luar biasa di tengah-tengah tekanan masalah-masalah selama menjalani pendidikan. Aku yang bukan siapa-siapa, tidak berarti apa-apa, entah berasal dari mana (yang maaf kata kampung halamanku berasal tidak terkenal sama sekali) bisa menjadi seorang dokter.
Bukannya membanggakan diri atau sombong, tapi aku bisa merasakan penyertaan, pimpinan serta berkat Tuhan yang begitu melimpah sehingga begitu menyelesaikan pendidikan langsung mendapat pekerjaan. Boleh dikata aku hampir sama sekali tidak pernah kekurangan pekerjaan dan mempunyai penghasilan yang lebih dari lumayan dibandingkan dengan teman-teman sejawat yang masih bergumul dengan pekerjaan. Aku tidak pernah kekurangan. Tuhan selalu mencukupkan apa yang aku butuhkan.
Jika melihat hal yang terjadi dalam hidup, seharusnya memang aku berterima kasih kepada Tuhan Yesus namun kenyataannya tidak demikian. Aku mengecewakan-Nya dengan masih bergumul dalam dosa kedagingan yang hingga kini masih berusaha aku kalahkan. Dosa terbesarku adalah kemalasan. Sungguh aku orang yang sangat malas, tidak disiplin dan suka menunda-nunda pekerjaan.
Sebagai seorang praktisi medis, aku sering bertanya pada diriku sendiri "Sudahkah aku memberikan yang terbaik untuk profesiku?"
Sebagai seorang manusia, aku sering bertanya pada diriku sendiri, "Sudahkah aku menghidupi hidupku?"
Live The Life, Love The Profession
Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang. kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikian hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga. Matius 5:13-16